08 July 2008

liberalisasi dan privatisasi

 Review jurnal Kebijakan Publik
“Dinamika Peran Negara Dalam Proses Liberalisasi dan Privatisasi”
Oleh Syamsul Ma’arif

Abstract
Liberalization and privatization are often associated with global demands for terminations of state interference in business. The policy often results in dispute between neoliberalism and socialism. Neoliberalism perceives state interference in economic area as bad, damaging, and inefficient to economic life. State, which conducts the operation in political power logic, is perceived less or even not give the place for the expanding of healthy market structure and competitive. While socialism perceives state as central figure of economic system, socialism can be understood as an economic system in which the mean of production, distribution, and exchange are publicly owned and operated. Since socialism assumes state as the most representative organization, so the meaning of owned and operated by public means the power of ownership and the mode of operation be on the hand of state. As political ideology, in its connection with economic control, socialism believes that the state should develop the economic planning and control on market operation. This paper proves that neoliberalism and the philosophy demands for termination of the state role, in the reality, suffers a kind of paradox. On one hand, it trusts market excellence so much over state. But in the other hand, it requires the active role of state to return the free market idea.

Keyword: liberalization and privatization, state, economics


Pendahuluan
Tujuan pembangunan ekonomi adalah untuk mencapai tingkat kesejahteraan/ kemakmuran yang lebih tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah dapat ikut campur tangan secara aktif maupun secara pasif (Soepangat, 1991: 7). Penjelasan mengenai keterlibatan pemerintah dalam perekonomian tak lepas dari ideologi yang dianut oleh negara tersebut. Dalam literatur ilmu-ilmu sosial, konsep ideologi memiliki dua pengertian, yaitu secara fungsional dan secara struktural. Ideologi secara fungsional diartikan seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling baik. Sedangkan ideologi secara struktural diartikan sebagai sistem pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil penguasa (Surbakti, 1992: 32)

Relasi negara dan ekonomi
Perdebatan mengenai peran negara (baca:pemerintah) dalam perekonomian telah berlangsung dan memunculkan polarisasi diantara empat ideologi yaitu liberalisme, sosialisme, liberalisme modern dan sosialis demokratis. Persoalan pokok yang muncul dari perdebatan itu berpangkal pada pertanyaan seputar “apa peran yang seharusnya dijalankan pemerintah dalam kepemilikan dan pengelolaan ekonomi”.
Sistem perekonomian yang menganut paham liberalisme atau kapitalisme dalam bentuk yang murni menghendaki adanya kebebasan individu yang mutlak dan tidak dibenarkan pengaturan ekonomi oleh pemerintah kecuali dalam hal-hal yang tidak diatur sendiri oleh individu (Soepangat dan Gaol, 1991: 7). Kapitalisme pada dasarnya bersumber dari pemikiran Adam Smith yakni filusuf Ekonomi Klasik. Keseluruhan filsafat pemikiran ekonomi klasik tersebut dibangun diatas dasar filsafat liberalisme. Mereka percaya pada kebebasan individu (personal liberty), kepemilikan pribadi (private property), inisiatif serta usaha swasta (private enterprise) (Fakih, 1999: 45-46).
Itulah mengapa kapitalisme selama ini sering diasosiasikan dengan liberalisme. Kapitalisme itu sendiri, seperti yang ditulis Austin Ranney (1996), bukan ideologi politik, melainkan suatu sistem ekonomi dimana cara produksi, distribusi, serta pertukaran barang dan jasa dimiliki dan dioperasikan oleh pihak swasta. Sedangkan liberalisme merupakan filsafat politik dan juga ideologi politik. Liberalisme, pada awal pertumbuhannya sering dikonotasikan sebagai pernyataan kebebasan individu dalam setiap aspek kehidupan. Hal ini dimaksudkan sebagai langkah awal dalam usaha memberikan jaminan terhadap hak asasi manusia. Diharapkan dengan adanya jaminan tersebut, manusia akan lebih mampu mengembangkan kecakapannya masing-masing secara lebih utuh. Dalam pandangan liberalisme, negara dan politik hanya menempati salah satu bagian, dan bukannya asapek yang terpenting dalam kehidupan manusia. Sesuai dengan pandangan tersebut, tujuan negar semata mata hanya mempertahankan negara dari gangguan atau serangan dari negara lain, dan fungsi negara tidak lebih dari mempertahankan negara dari gangguan atau serangan negara lain, dan fungsi negara tidak lebih dari mempertahankan hukum dan ketertiban di dalam masyarakat sesuai dengan rumusan “ pemerintahan yang baik adalah yang sedikit memerintah” (Haricahyono, 1991: 133-134). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kapitalisme adalah “tangan” liberalisme yang bekerja mengelola urusan ekonomi dan bisnis.
Pemikiran liberalisme dalam bidang ekonomi, terkenal dengan ajarannya yang disebut laissez faire (Hari Cahyono, 1991: 136). Laissez faire didefinisikan sebagai doktrin yang menuntut campur tangan minimal pemerintah terhadap urusan urusan ekonomi dan politik. Di bawah doktrin ini masyarakat yang ideal dicirikan oleh adanya persaingan antar individu dilengkapi dengan hak-hak setara, yang bebas berusaha untuk mewujudkan kepentingannya dalam interaksi dengan hubungan-hubungan ekonomi. Adam Smith menyatakan bahwa pemerintah memiliki tiga fungsi, yaitu dalam bidang pertahanan dan keamanan, keadilan sosial (tertib hukum) dan pekerjaan umum (sosial).
Berbeda dengan kapitalisme, sosialisme merupakan sistem ekonomi sekaligus ideologi politik. Sebagai sistem ekonomi, sosialisme merupakan suatu sistem ekonomi dimana cara produksi, distribusi dan pertukaran barang jasa dimiliki dan dioperasikan oleh publik. Karena sosialisme menganggap negara sebagai representasi publik, maka makna dimiliki dan dioperasikan publik berarti kuasa kepemilikan dan operasionalisasinya berada di tangan negara. Sebagai ideologi politik, dalam hubungannya dengan kontrol ekonomi, sosialisme percaya bahwa negara perlu mengembangkan perencanaan ekonomi dan pengendalian pasar (Khrisna, 1993: 145-146). Hal ini didasari alasan bahwa kebebasan dan persaingan dalam suatu susunan masyarakat yang tidak adil akan mengukuhkan ketidakadilan itu sendiri. Inilah sebabnya mengapa negara (pemerintah) harus mengambil alih peran tertentu secara lebih aktif untuk melindungi mereka yang lemah dan membatasi kekuasaan mereka yang kuat. Campur tangan negara dalam kehidupan ekonomi selain dapat dibenarkan secara moral dan politis, juga bersifat mutlak demi mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bersama diantara anggota masyarakat. Sosialisme ini memiliki dasar yang berbeda dengan kapitalisme yakni pada pengakuan hak milik pribadi, sosialisme tidak mengakui adanya hak milik pribadi sedangkan kapitalisme mengakuinya.
Kritik terhadap liberalisme klasik Adam Smith dan gagasannya mengenai ekonomi pasar juga telah mendorong timbulnya ideologi baru yang dikenal dengan liberalisme modern atau neoliberalisme. Kritik liberalisme modern bertolak dari kenyataan bahwa ekonomi pasar menjelang akhir abad 19 terbukti tidak mampu mengatur pasar sebagaimana ditegaskan dalam tesis invisible hand Adam Smith. Persaingan ternyata berlangsung tidak sempurna dan tangan-tangan tak kelihatan’ tidak juga menunjukkan kinerja yang cemerlang. Pelaku usaha cenderung untuk memanipulasi pasar, suatu masalah yang sudah sejak dini diperingatkan oleh Adam Smith. Terdapat kecenderungan pasar yang semakin besar bagi sekelompok tertentu dan semakin kecil bagi kelompok lain, yaitu monopoli. Sistem ini menimbulkan depresi ekonomi dan melahirkan massa kelas bawah yang terbenam dalam lembah kemiskinan yang amat menyengsarakan. Pendek kata, masyarakat laissez faire mempunyai lebih banyak sisi negatif
Liberalisme klasik mendesak pemerintah untuk keluar dari pasar, sedangkan liberalisme modern memasukkan pemerintah kembali kedalam pasar untuk melindungi masyarakat dari sistem ekonomi yang kadang-kadang tidak adil. Sejak tahun 1930an konsep ekonomi klasik telah tergusur oleh konsep ekonomi Keynesian yang digagas oleh John Maynard Keynes. Menurut Keynes, peran pemerintah tak hanya dibatasi sebagai pembuat aturan, tetapi diperluas meliputi kewenangan untuk melakukan intervensi fiskal, khususnya untuk menggerakkan sektor riil dan menciptakan lapangan kerja.
Sementara itu, sosialisme yang lahir sebagai kritik atas kapitalisme ternyata juga tidak bebas kritik atas kapitalisme juga tidak bebas kritik. Kritik yang diberikan terhadap sistem sosialis adalah bahwa dengan dihapuskannya kebeabsan individu akan mengurangi hak asasi manusia dan juga mengurangi inisiatif individu. Dengan demikian ada kemungkinan abahwa berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah adalahkebijkan yang dipaksakan, dan kenyataannya memang sering demikian (Soepangat dan Gaol, 1991: 8). Kritik atas sosialisme mendorong timbulnya varian baru dari paham sosialisme yang disebut sebagai paham sosialisme demokratis. Penganut paham ini, yang sering disebut sebagai kaum revisinis, percaya dengan perjuangan demokratis sebagai metode perlawanan terhadap kaum kapitalis, misalnya dengan merebut kekuasaan melalui pemilihan umum bagi partai-partai sosialis. Mereka berusaha memenangkan pemilu dan selanjutanya mengontrol pemerintahan demokratis serta berkehendak mengadopsi secara damai dan memperkuat kebijakan-kebijakan sosialistis.
Dari uraian di atas tampak bahwa pemerintah perlu ikut campur tangan dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Negara-negara yang semula menganut sistem kapitalis murni mulai memandang perlunya peranan (campur tangan) pemerintah dalam perekonomian. Sedangkan negara-negara yang semula menganut sistem sosialis murni mulai memandang dan menghargai kepentingan-kepentingan dan inisiatif-inisiatif individu. Maka sistem ekonomi yang ada di sebagian besar negara di dunia ini merupakan sistem perekonomian campuran. Secara umum dapat disimpulkan ada empat peranan atau bentuk keterlibatan pemerintah dalam ekonomi, pengaturan kegiatan ekonomi swasta, redistribusi pendapatan dan pengadaan barang dan jasa publik (Surbakti, 1992: 212)
Pengarahan ekonomi dilakukan oleh pemerintah agar kegiatan ekonomi masysrakat bisa mencapai tujuan yang dikehendaki. Paham ini tak hanya dilaksanakan dalam sistem ekonomi terpusat, tetapi juga berkembang dalam sistem kapitalisme terutama berkat teori yang dikemukakan J. M. Keynes bahwa pemerintah harus aktif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi pengangguran dan memelihara stabilitas harga tanpa mengurangi peranan swasta. Pengaturan kegiatan ekonomi swasta berkaitan dengan upaya pemerintah untuk mengontrol monopoli. Penolakan terhadap monopoli didasarkan pada pertimbangan bahwa manakala terdapat suatu perusahaan memonopoli komoditas tertentu, maka perusahaan itu akan dapat memanipulasi posisinya yang demikian itu untuk mengendalikan jumlah produksi sehingga harganya naik kendati biaya tiap unit harganya lebih rendah dari perusahaan kecil. Oleh karena itu, di banyak negara pemerintah membuat undang-undang anti monopoli (Surbakti, 1992: 214-5)
Redistribusi pendapatan seringkali digunakan sebagai pembenaran atas intervensi pemerintah dalam bidang ekonomi. Selain itu permasalahan distribusi tidak kan pernah dapat dijelaskan dengan argumen efisiensi atau pertimbangan-pertimbangan ekonomi semata, karena permasalahan distribusi merupakan permasalahan politik. Fungsi redistribusi pendapatan bertujuan menjamin pemenuhan kebutuhan pasar penduduk dan mengurangi kepincangan pendapatan dalam masyarakat. Bidang – bidang yang menjadi tujuan redistribusi terdiri atas pendidikan, kesehatan, transportasi umum, fakir miskin dan pelayanan sosial lainnya. Dalam upayanya melaksanakan peran redistribusi tersebut, pemerintah setidaknya dapat melakukan tiga bentuk tingkatan, yaitu dengan pajak progresif, pemberian subsidi, dan pelayanan sosial.
Sedangkan pengadaan barang-barang kolektif (public goods) dilakukan pemerintah mengingat kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui mekanisme pasar. Pengertian public goods adalah, barang-barang dan jasa-jasa yang secara sederhana tidak dapat disediakan melalui jual beli dipasar.

Liberalisasi dan Privatisasi
Liberalisasi menurut Kwik Kian Gie (1995), adalah paket kebijakan dan tindakan-tindakan yang ingin mewujudkan paham liberalisme. Dalam bidang ekonomi, penerapan liberalisasi berarti pembebasan area perdagangan barang dan jasa suatu negeri, sehingga dapat diakses seluas-luasnya oleh pelaku ekonomi bisnis, baik yang berasal dari dalam mapun luar negeri. Kehadiran negara diharapkan, tetapi hanya sebagai fasilitator yang menjamin agar mekanisme pasar dapat berjalan sebagai mana mestinya. Pengurangan atau penghapusan berbagai hambatan tarif ataupun non-tarif, selayaknya dilakukan pemerintah agar kegiatan perdagangan barang dan jasa antara negara dapat berlangsung secara bebas dan kompetitif. Pendek kata, liberalisasi lebih diarahkan pada percepatan arus barang, jasa dan modal serta penciptaan struktur pasar bebas yang kompetitif, dimana aktor-aktor pasar dapat saling berinteraksi dalam iklim persaingan usaha yang sehat (Choirie 2004:35-36).
Privatisasi secara umum dapat diartikan sebagai kebijakan yang diterapakan pemerintah dengan memberi berbagai fasilitas yang memudahkan pihak swasta dalam mengambil alih perusahaan-perusahaan milik negara (Krisna, 1993: 131). Privatisasi juga dapat diartikan sebagai tindakan mengurangi peran pemerintah atau meningkatkan peran sektor swasta dalam aktifitas ekonomi atau dalam kepemilikan aset. Bank dunia membedakan privatisasi dalam arti sempit dan privatisasi dalam arti luas. Privatisasi dalam arti sempit merupakan bentuk pembebasan perusahaan, tanah, dan aset-aset lain yang dikuasai negara. Privatisasi dalam arti luas didefinisikan sebagai semua tindakan yang menggerakan perusahaan atau suatu sistem perekonomian kearah kepemilikan swasta, atas semua tindakan yang cenderung membuat perilaku perusahaan negara mirip seperti perusahaan swasta (World Bank,1996 : 39).
Liberalisasi dan privatisasi sebagai upaya mengakhiri peran negara ternyata juga memerlukan peran aktif negara. Di tingkat internasional, faktor politik yakni keterlibatan aktif Amerika Serikat dan Inggris yang didukung Jerman terbukti menjadi determinan yang mempengaruhi perubahan-perubahan besar dalam tata ekonomi politik dunia. Faktor politik ini semakin terlihat jelas ketika negara-negara besar memanipulasi lembaga-lembaga internasional produk Bretton Woods, yakni IMF dan Bank Dunia dan memberi mereka fungsi dan peranan baru. Yang diubah bukan hanya susunan personalia lembaga-lembaga itu, tetapi juga ideologi, misi dan mandatnya. Misalnya IMF yang semula hanya berfungsi sebagai clearing house bagi bank-bank sentral nasional dan penjaga stabilitas moneter negara-negara anggotanya, sejak saat itu diberi mandat yang lebih luas dengan sarana yang lebih efektif sehingga bisa bertindak sebagai polisi, akuntan, selain sebagai bankir untuk negara-negara anggotanya. Dari perspektif ini ide-ide neoliberal sangat mempercayai keunggulan pasar dibanding negara. Namun disisi lain, untuk menghidupkan kembali ide dan implementasi gagasan laissez faire, merka pun mau tak mau harus mengandalkan negara yang sama dengan segenap kekuasaaan, organ dan instrumen baru yang diperlukan untuk mewujudkan pasar bebas. Karena itu mengingat ekonomi pasar bebas adalah produk dari tindakan sengaja negara, maka pembatasan peran negara sebagaimana dianut dalam doktrin laissez faire terjadi bukan dengancara spontan. Dengan demikian laissez faire terbukti direncanakan; padahal perencanaan bukanlah ciri laissez faire.

 Analisis :
Liberalisme di Indonesia mulai tampak sejak jaman Orde Baru, terutama sejak IMF memberi bantuan dana ke Indonesia. Pada saat itu presiden Suharto menerima dengan tangan terbuka rekomendasi maupun saran yang diajukan oleh IMF. Rekomendasi ini tertuang dalam SAP (structural adjustment programs) di dalamnya berisi langkah langkah yang diberikan IMF untuk memperbaiki serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Langkah-langkah yang diberikan merupkan langkah-langkah yang diambil oleh negara barat sehingga memiliki perekonomian yang besar dan kuat seperti saat ini.
Rekomendasi IMF yang selalu diberikan kepada negara-negara berkembang dalam menyelamatkan perkonomiannya didasarkan pada Washington Consesnsus, yakni:
1. Perdagangan bebas
2. Liberalisasi pasar modal
3. Nilai tukar mengambang
4. Angka bunga ditentukan pasar
5. Deregulasi Pasar
6. Transfer aset dari sektor publik ke sektor swasta (privatisasi)
7. Fokus ketat dalam pengeluaran publik pada berbagai target pembangunan sosial.
8. Anggaran berimbang
9. Reformasi pajak
10. Perlindungan atas hak milik dan hak cipta
Rekomendasi ini terlihat jelas bahwa AS melalui IMF ingin menyebarkan paham liberalismenya atau yang disebut neoliberalisme. Yang artinya ingin menguarangi peran pemerintah dalam bidang ekonomi dan memperbesar peran swasta melalui instrumen pasar.
Semasa pemerintahan Presiden Habibie diterbitkan UU No.10/1998 tentang perbankan. Undang undang ini secara eksplisit mendorong salah satu tujuan konsensusn Washington, yaitu liberalisai sektor kuangan dan perdagangan. Lebih parah lagi, semangat liberalisasi ini dilakukan dengan kebablasan, tanpa disertai dengan jaring pengaman dari liberalisasi, terutama manajemen resiko.
Bab Umum dari penjelasan UU No. 10/2998 menyebutkan:
“Upaya liberalisasi di bidang perbankan dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat sekaligus meningkatkan kinerja perbankan nasional. Oleh karena itu, perlu diberikan kesempatan yang lebih besar kepada pihak asing untuk berperan serta dalam memiliki bank nasional sehingga tetap terjadi kemitraan dengan pihak nasional”

Jiwa liberalisasi ini lalu diterjemahkan ke dalam pasal 22 ayat 1b yang membebaskan warga negara asing dan atau badan hukum asing untuk mendirikan Bank Umum secara kemitraan dengan warga negara atau badan hukum Indonesia. Lalu ditambah oleh pasal 26 ayat 2 yang membebaskan warga negara asinga dan atau badan hukum asing untuk membeli saham bank umum secara langsung dan atau melalui bursa efek.
Dengan aturan diatas, pihak asing bisa memiliki hingga 99% saham bank di Indonesia. Ini jauh lebih tinggi dai komitmen Indonesia di WTO yang pada awalnya adalah 49% lalu dinaikkan menjadi 51%. Indonesia bahkan lebih liberal dari negara negara Amerika Serikat, Austrlia, Kanada, Singapura dan sebagainya yang menerapkan pembatasan kepemilikan asing dalam sektor perbankan. Juga paling “ngawur” di antara negara-negra Asia lainnya..
Privatisasi merupakan implementasi dari paham neoliberal. Menurut teori Adam Smith bahwa dalam kegiatan ekonomi suatu negara peran individu merupakan hal yang sentral, dan negara tidak memiliki peran yang penuh dalam hal ini.
Dampak dari privatisasi :
1. Negara tidak memiliki kontrol lagi terhadap sektor sektor vital, terutama sektor yang sangat berpengaruh pada masyarakat luas. Seperti pertambangan, pertanian, perikanan, telekomunikasi, perbankan.
2. Negara sangat dipengaruhi oleh kepentingan pemilik modal, tidak lagi untuk kepentingan masyarakat luas.
3. Negara yang seharusnya meredistribusikan pendapatan malah menambah pengeluaran masyarakat.
Maka dengan adanya privatisasi ini tentu saja akan menguntungkan pemodal, karena sektor sektor yang seharusnya dimiliki dan dikendalikan oleh pemerintah yang seharusnya merupakan public goods, malah dikuasai oleh swasta dan swasta dapat menentukan harga semau mereka. Para pemodal ini tentu saja lebih banyak dari luar negeri, seperti yang telah direncanakan dalam washington consessus semua yang menjadi ‘pasien’ IMF dipaksa untuk membuka pasar dalam negerinya bagi para pemodal asing. Dengan demikian privatisasi dapat mengancam kepentingan serta keamanan nasional negara.
Salah satu contoh kebijakan privatisasi adalah UU No.23 tentang BUMN adalah UU yang pertama di Indonesia yang memberikan landasan hukum eksplisit terhadap pelaksanaan privatisasi. Namun sayangnya, yang masuk dalam UU tersebut adalah privatisasi dengan konsep dasar yang pro-Konsesnus Washington, dari pada ditujukan bagi kedaulatan dan kemakmuran rakyat banyak.
Berikut ini bebrapa contohnya. Pertama, mari kita lihat Bab Umum dari Penjelasan UU BUMN tersebut. Bab ini memberikan landasan filosofis dan pemikiran terhadap Batang Tubuh dari sebuah Undang-undang. Dalam Bab Umum, butir II, alinea pertama tercantum kalimat “BUMN juga merupakan salah satu sumber negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, deviden dan hasil privatisasi”.
Dari sisi konsep anggaran, kalimat ini sebenarnya salah, karena hasil privatisasi itu bukan kategori penerimaan, tapi pembiayaan. Namun apapun kategorinya, dari sisi filosofis kalimat ini secara implisit mengakui bahwa privatisasi merupakan sumber pembiayaan untuk menutup defisit APBN. Hal ini merupakan perwujudan dari pilar Konsensus Washington, yaitu stabilisasi ekonomi makro, khususnya stabilisasi anggaran, yang dilakukan dengan jalan menjual BUMN untuk menutup defisit.
Kalimat diatas menjadi pembenaran bagi program “privatisasi untuk menutup defisit”. Padahal program seperti ini adalah mirip petani yang menjual sawahnya karena terlilit utang. Akibatnya si petani menjadi semakin miskin karena kehilangan modal utamanya. Karena menjual dalam kondisi kepepet, seringkali harganya pun sangat murah, dan tidak jarang dibeli oleh rentenir. Hal yang sama terjadi pada BUMN, yang diprivatisasi untuk menutup defisit, dimana rentenirnya adalah investor, kreditir dan pelaku keuangan asing.
Kedua, dalam Bab Umum butir II dan IV diuraikan mengenai kegagalan BUMN memenuhi tujuannya, bagaimana lingkungan global berubah dengan adanya globalisasi, privatisasi sebagai solusi, dan privatisasi tidak berati kehilangan kedaulatan negara. Ini semua merupakan argumen Konsensus Washington tentang privatisasi. Yaitu kepemilikan oleh negara-lah yang dianggap sebagai sumber dari kegagalan dan permasalahan BUMN. Karena itu, solusinya kepemilikan negara harus dikurangi atau dihapuskan.
Padahal, penyebab utama lemahnya kinerja BUMN adalah intervensi dai elit kekuasaan, politik dan birokrat yang membuat tata kelola BUMN tidak sesuai dengan tata kelola korporasi yang semestinya. Jadi bukan kepemilikan negara masalahnya tetapi justru pengelolaannya. Karena itu semestinya solusinya adalah menghapus intervensi elit atas, sehingga BUMN bisa dikelola secara profesional. Singapura melalui BUMNnya (yaitu Temasuk Holding) adalah bukti bahwa BUMN bisa menjadi pemain global yang sangat kompetitif.

Maka dapat disimpulkan bahwa liberalisasi serta privatisasi yang berlebihan tanpa dilakukan perhitungan yang cermat maupun manajemen resiko serta persiapan yang matang, akan sangat membahayakan. Terutama akan merugikan rakyat Indonesia, yang sampai saat ini masih mengalami masalah kemiskinan dan pengangguran. Belum lagi kenaikan BBM dan harga bahan pokok yang semakin menyiksa mereka, oleh karena itu peran negara yang seharusnya melindungi kepentingan rakayat malha berpihak pada para pemodal. Bahkan pada para pemodal asing, yang dapat membahayakan kedaulatan negara, tidak ada negara besar yang memiliki ekonomi yang lemah. Oleh karena itu kedaulatan dibidang ekonomi seharusnya menjadi hal yang sangat krusial dalam membangun Indonesia.





Daftar Pustaka

Ma’arif, Syamsul, 2006, “Dinamika peran negara dalam proses liberalisasi dan privatisasi”, Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik, vol. 10, nomor 2, pp. 99-114
Rais, Amien, 2008, “Agenda Mendesak Bangsa; Selamatkan Indonesia!” Yogyakarta: PPSK Press



link pdf
http://www.4shared.com/file/54256464/1b2812e6/Review_jurnal_Kebijakan_Publik.html

politik lingkungan di eropa

1. Latar Belakang
Politik lingkungan ini mulai muncul sebagai isu internasional pada awal 1990an, tetapi sebenarnya pada tahun 1960an suadah muncul kesadaran mengenai pentingnya menjaga lingkungan. Hal tersebut ditandai dengan munculnya kelompok-kelompok pemerhati lingkungan di Inggris dan Amerika Serikat hingga muncul ‘Green Party’ atau partai hijau di Inggris. Istilah Green Politics juga sering digunakan dalam konteks politik lingkungan ini, namun istilah green ini diasumsikan mereka yang memilih jalan lebih radikal.
Permasalahan lingkungan ini diangkat menjadi sebuah isu politik karena disadari bahwa ada masalah yang harus diselesaikan bersama, yakni masalah yang timbul akibat dari perbuatan manusia yang merusak lingkungan yang akhirnya akan berdampak pada manusia itu sendiri. Sebagai contoh, pencemaran merkuri di Teluk Minamata Jepang pada 1959, Exxon Valdez pada 1988 serta kebocoran nuklir di Chernobyl pada 1980an. Ditambah masalah pemansan global serta penipisan ozon karena polusi yang disebabkan oleh manusia. Hal ini tentu saja merupakan masalah besar serta berdampak luas maka diperlukan kesadaran untuk menyelesaikan bersama sama.
Since 1990, the world’s population has multiplied more than three times. Its economy has grown twentyfold. The consumption of fossil fuels has grown by factor of 30, and industrial production by a factor of 50. Most of that growth, about for-fifth of it, occurred since 1950. Much of it is unsustainable. (MacNeil, 1991, p.3)

Jadi seiring dengan pertumbuhan penduduk, serta pertumbuhan ekonomi maka semakin besar pula kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Politik lingkungan ini di level internasional mulai diperjuangkan sejak pertemuan internasional yang diadakan oleh PBB di Stockholm pada 1972, Rio pada 1992 dan Kyoto pada 1997. Sejak itu negara peserta pertemuan tersebut menyadari bahwa diperlukan kerjasama supranasional dalam menghadapi masalah lingkungan ini. Selain itu juga ada hal penting yakni adanya hubungan antara negara maju dengan negara berkembang dalam penyelesaian masalah lingkungan ini.
In the last 20 or 30 years, however, there has been an increasing recognition that environmental problems necessitate supranational solutions and, concomitantly, the study of environmental issues within the academic field of international relations has become much more important too (Vogler, 1996).

Masalah politik lingkungan ini menjadi masalah karena ketika negara negara utara yang merupakan negara maju mulai menyadari pentingnya menjaga lingkungan, maka mereka akan menyalahkan negara selatan yang merupkan negara berkembang karena tidak menjaga lingkungannya dengan baik. Hal ini tentu saja tidak adil karena negara maju memproduksi polusi udara lebih banyak, seiring dengan pertumbuhan ekonominya, namun negara selatan terhambat karena harus menjaga lingkungannya. Maka masalah lingkungan ini menimbulkan pola ketergantungan antara negara utara dan selatan.
Dalam tulisan ini saya mencoba menjelaskan apa itu politik lingkungan hidup, politik lingkungan dihubungkan dengan Eropa dalam konteks Uni Eropa serta contoh kerjasama salah satu negara Eropa.

2. Kerangka teoritik
Menurut collective goods theory, air, tanah dan udara merupakan barang milik bersama, apabila ada yang tercemar maka diperlukan tindakan bersama atau kerjasama dalam menyelesaikan masalah ini karena dampaknya dapat melintasi batas negara.

Aktor – aktor dalam politik lingkungan global
• Nation-state
Bagi sebagian ilmuwan HI negara merupakan aktor yang paling penting, karena hanya negara yang dapat membentuk perjanjian internasional, dan tentu saja lingkungan ada di dalam wilayah suatu negara. Menurut Porter dan Brown (1996, pp. 32-41), kita dapat membedakan peran negara menjadi 4, yakni ‘lead’ state atau negara yang memimpin atau memprakarsai adanya perjanjian internasional menganai lingkungan ini, ‘support’ state yakni negara yang ikut mendukung atau setuju dalam perjanjian tersebut, ‘swing’ state yakni negara yang masih bisa dibujuk untuk turut serta dalam perjanjian, ‘veto’ state yakni negara yang tidak setuju dengan perjanjian tersebut dan berusaha untuk memblok. Maka dapat disimpulkan bahwa kesuksesan perjanjian ini apabila dapat mengubah sebanyak banyaknya ‘swing’ state dan ‘veto’ state menjadi ‘support’ state. Maka perlu diadakan banyak konsesi atau negosiasi agar negara-negara tersebut mau turut serta dalam perjanjian. Sebagai contoh, pada saat protokol Kyoto 1997, awalnya AS sama sekali tidak setuju untuk mengurangi kadar emisi CO2-nya, namun akhirnya AS setuju untuk menstabilkan CO2-nya dan pada 2008-2012 akan menurunkan sebanyak 7% emisinya.
• Organisasi Internasional
Sangat penting untuk mengetahui bahwa tidak hanya negara saja yang berperan dalam politik lingkungan ini, ada juga organisasi internasional yang sengaja dibentuk untuk menyelamatkan lingkungan dari ulah manusia. Sebagai contoh, di dalam PBB ada 2 organisasi yang memiliki tujuan menyelamatkan lingkungan, United Nations Environment Programme (UNEP), serta Commission for Sustainable Development (CSD). UNEP dibentuk pada tahun 1972, pada saat konferensi tingkat tinggi (KTT) PBB di Stockholm. Tujuan utamanya adalah menjadikan PBB sebagai pusat dari perjanjian lingkungan internasional (Thatcher, 1992, p. 186). Namun pada kenyataannya UNEP bertugas untuk mengawasi, meneliti, dan pertukaran informasi mengenai masalah lingkungan di dunia. Jadi UNEP hanya mengidentifikasi masalah bukan menyelesaikan.
Sedangkan CSD dibentuk pada KTT di Rio tahun 1992. Tugasnya adalah untuk mengumpulkan informasi dari negara penandatangan perjanjian di Rio, yakni ‘Agenda 21’ (dokumen setebal 800 halaman yang berisi tugas tugas yang akan dilakukan terhadap lingkungan di abad berikutnya). Maka setiap negara penandatangan harus menyetorkan informasi keadaan lingkungan di masing-masing negaranya, serta rencana nasional dalam mengimplementasikan ‘Agenda 21’. Sebagai contoh, negara tersebut harus menginformasikan berapa banyak volume emisi CO2-nya, dan kebijakan apa saja yang akan dilakukan untuk mengurangi emisi tersebut. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk memberikan tekanan pada individu atau kelompok yang memiliki kondisi lingkungan yang buruk.
• NGO’s (Non Governmental Organization)
NGO didefinisikan sebagai organisasi internasional yang anggotanya bukan pemerintah, bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan, serta tidak berorientasi pada keuntungan materi.
Sebagai contoh Greenpeace dan WWF (World Wildlife Fund), mereka bertujuan untuk mempengaruhi atau bernegosiasi dengan pemerintah nasional, serta memonitor pemerintah tersebut telah mematuhi atau mengimplementasi perjanjian lingkungan.
• Korporasi internasional
Kelompok bisnis industri, khususnya Transnational Corporations (TNCs) atau juga sering disebut sebagai Multinational Corporations (MNCs), merupakan salah satu aktor kunci dalam mempengaruhi dinamika politik lingkungan global, karena kepentingan dan peranannya memberikan dampak langsung terhadap kondisi lingkungan global. Kepentingan dan peran TNC sebagai motor pertumbuhan ekonomi negara – negara maju maupun negara – negara berkembang telah mendorong aktifitas produksi dan konsumsi TNC yang berakibat pada terjadinya polusi industri, eksploitasi sumber daya alam, dan penurunan kualitas lingkungan pada umumnya. Lebih dari setengah emisi dunia dihasilkan oleh 500 TNC tekemuka, sementara dua puluh dari 500 TNC ini mengontrol hampir 90% dari penjualan pestisida di seluruh dunia, dan sebagian besar mereka adalah penguasa lahan yang sangat luas untuk pertanian dan perkebunan komersial dalam skala global (Elliott, 2004: 117)

3. Eropa dan Lingkungan
Uni Eropa (UE) merupakan organisasi internasional yang sangat unik, karena cuma UE yang memiliki kekuatan yang mengikat pada negara-negara anggotanya, yakni tanpa harus diratifikasi oleh lembaga legislatif negara anggotanya, keputusan UE tetap berlaku. Memang selama ini negara- negara Eropa adalah negara yang memberi perhatian lebih pada masalah lingkungan, maka UE memiliki peran yang sangat penting dalam mengatur kebijakan di negara-negara anggotanya mengenai masalah lingkungan.

Sejarah kebijakan lingkungan di UE
Kita dapat membagi periode perkembangan UE dalam perhatiannya pada masalah lingkungan (Hildebrand, 1993). Periode pertama, adalah antara 1957 – 1972 yang disebut sebagai keterlibatan minimal UE. Traktat Roma tidak pernah menyebutkan secara spesifik adanya kebijakan atau peraturan mengenai masalah lingkungan. Traktat ini dibentuk untuk mengatur kegiatan ekonomi negara – negara anggotanya. Namun pada pasal 36 terdapat larangan ekspor impor yang didasarkan atas moralitas atau dilarangnya perdagangan manusia, hewan dan tumbuhan.
Periode kedua, antara 1973 – 1985 disebut sebagai keterlibatan yang lebih besar pada isu lingkungan. Pada tahun 1973 ini, Environmental Action Programme yang pertama dibentuk oleh Komisi Eropa, yang berisi mengenai arah kebijakan yang akan diambil oleh UE. Program – program ini akhirnya disetujui oleh Dewan Menteri Eropa, meskipun Action Programme ini bukan merupakan aturan hukum namun setidaknya memberikan kejelasan bahwa UE memiliki kewenangan dalam mengatur kebijakan lingkungan di tingkat ‘komunitas’. Pada periode ini terjadi peningkatan signifikan terhadap perundang-undangan lingkungan, tercatat ada 120 arahan, 27 keputusan, dan 14 peraturan yang secara luas mengatur mengenai beberapa isu seperti, kualitas air untuk mandi dan minum, kualitas udara dan cara pembungan limbah berbahaya (Hildebrand, 1993, p.27, p.42). Seiring dengan aktifitas yang bersifat lingkungan di UE maka dukungan birokrasi pun dibutuhkan. Maka pada 1981 dibentuklah DGX1, yakni Direktorat Jenderal Lingkungan, Keamanan nuklir dan Perlindungan sipil.
Periode ketiga yaitu antara 1986 – 1992 yang disebut sebagai masa pembentukan aturan hukum terhadap isu lingkungan. Single European Act (SEA) pada 1986, merupakan amandemen dari Traktat Roma yang menambahkan dimensi lingkungan dalam tanggung jawab UE. Maka hal ini memperjelas dan memformalkan keterlibatan UE dalam isu lingkungan yang telah berkembang selama 15 tahun terakhir. Sebagai konsekuensi dari pembentukan kerangka kerja legal formal, maka DGX1 memiliki otoritas yang lebih besar dalam mempengaruhi negara anggota UE. SEA juga memperkenalkan metode pengambilan suara secara mayoritas pada semua perundang – ungangan yang bersifat internal. Maka hal ini akan mempersulit sebagian kecil negara yang tidak setuju terhadap kebijakan lingkungan, karena mereka akan kalah suara.
Periode keempat yaitu dari 1992 sampai beru baru ini yang disebut sebagai masa ketidakpastian. Disatu sisi peran UE dalam menagani isu lingkungan semakin jelas dan kuat, namun disisi lain terjadi masalah internal di dalam UE sendiri yang diakibatkan ‘qualified majority’ yang memberikan kekuasaan yang lebih besar pada Parlemen Eropa, yang berarti parlemen dapat memveto rancangan undang undang yang diajukan oleh Dewan Menteri Eropa. Namun setidaknya sejak masuknya Swedia, Finlandia, dan Austria pada Januari 1995 menambah negara penggerak dalam masalah lingkungan ini. Bersama Jerman, Belanda dan Denmark, negara negara ini berjuang untuk memasukkan agenda lingkungan dalam revisi Traktat Maastricht. Jadilah Traktat Amsterdam pada 1997, yang memperluas peran UE dalam mengatasi masalah lingkungan dengan mengintegrasikan seluruh aktifitasnya, selain itu juga memperluas cakupan area yang akan diatur.

Integrasi, penegakan kebijakan lingkungan di UE
Ada dua isu utama dalam mengukur keberhasilan UE dalam mengimplementasikan kebijakan lingkungannya. Pertama adalah masalah integrasi, seperti yang telah diketahui bahwa diperlukan sebuah tolok ukur yang jelas sebelum merumuskan kebijakan yang efektif. Maka diperlukan sebuah integrasi antar anggota UE, hal ini dapat terlihat dari adanya SEA, traktat Amsterdam, dan Environmental Action Programme (EAP). Namun ternyata integrasi ini tidak berjalan dengan lancar, seperti yang dikatakan oleh salah satu anggota Komisi Eropa dalam menanggapi EAP yang kelima “ There is insufficient awareness of the need and a lak of willingness to adequately integrate environmental and sustainable development consideration into the development of other policy actions “ (quoted in Collier, 1997, p. 5). Kegagalan dalam mengintegrasikan kebijakan lingkungan ini memang tidak lepas dari sistem admistratif yang kerang sempurna. Pembuatan kebijakan menjadi tersektor dan tidak bisa menyeluruh seperti yang diinginkan oleh para pencinta lingkungan. Hal ini tentu saja tidak lepas dari sejarah pembentukan UE yakni kerjasama ekonomi, pihak pihak yang memiliki kepentingan dalam kegiatan ekonomi tentu saja tidak ingin kebijakan lingkungan ini merugikan mereka. Tujuan utama UE awalnya memang ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara anggotanya melalui kerjasama ekonomi yang pada akhirnya akan mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Kedua adalah masalah penegakan kebijakan. UE tidak memiliki badan yang memeriksa apakah kebijakan lingkungan itu telah diimplementasikan atau dilakukan oleh negara anggotanya, semua itu bergantung pada negara anggota masing – masing. Solusi dari masalah ini adalah dengan memperbesar denda apabila terjadi pelanggaran melalui Mahkamah Eropa. Pembentukan European Environment Agency (EEA) pada 1990 diharapkan dapat mengatasi masalah ini. EEA bertugas untuk mengumpulkan dan menganalisa informasi menganai lingkungan. Informasi ini kemudian dapat digunakan untuk memberikan penilaian terhadap suatu kasus maupun sebagai informasi tambahan dalam perumusan undang undang. EEA ini juga menghadapi masalah ketika suatu negara enggan memberikan informasi lingkungannya pada EEA. Memang semua ini kembali pada masalah politik.

3.2 Kebijakan UE
Menurut situs resmi UE (http://ec.europa.eu/environment/, diakses pada 27 Juni 2008) area kebijakan lingkungan meliputi udara, bioteknologi, zat kimia, perlindungan sipil tehadap kecelakaan, perubahan iklim, ekonomi lingkungan, perluasan negara, kesehatan, teknologi dan industri, isu internasional, kegunaan lahan, keanekaragaman hayati, polusi suara, tanah, pembangunan berkelanjutan, limbah dan air. Maka terlihat jelas bahwa UE memiliki kebijakan yang sangat luas atau komprehensif dalam menangani masalah lingkungan ini. Salah satu contoh adalah Kebijakan Produk Terpadu di bawah ini.

Kebijakan Produk Terpadu UE
Pada tanggal 17 Juni 2003 Komisi Eropa meluncurkan Komunikasi tentang Kebijakan Produk Terpadu (Integrated Product Policy-IPP) yang mengusulkan strategi UE dalam mengurangi dampak lingkungan melalui pengembangan kualitas produk. Melalui Komunikasi yang harus disahkan oleh Dewan UE tersebut, Komisi Eropa akan melaksanakan sejumlah langkah guna mendorong penyempurnaan kinerja lingkungan dari berbagai produk di pasar dalam totalitas proses pembuatannya (whole life cycle).
Dalam sambutan peluncuran Komunikasi tersebut, Komisioner Urusan Lingkungan, Margot Wallstrom, menjelaskan dua sasaran utama IPP, yaitu mengurangi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh produk, dan mendorong perusahaan untuk mencapai keunggulan usaha melalui produk yang ramah lingkungan. Komunikasi menjelaskan bahwa pendekatan dalam pengembangan IIP adalah:
• Mengubah pola pikir fokus kebijakan lingkungan secara terkotak-kotak hanya pada sumber polusi berat seperti emisi industri dan manajemen limbah. IPP memperhitungkan dampak lingkungan suatu produk secara keseluruhan dalam tahapan pembuatannya (life-cycle thinking).
• Mengubah pasar agar menonjolkan produk "hijau", termasuk dengan cara memberi insentif pada perusahaan yang inovatif.
• Mendorong perusahaan untuk melakukan penyempurnaan yang terus-menerus terhadap produk mereka agar lebih "hijau" lagi.
• Meningkatkan peran seluruh pemangku kepentingan pada semua tahapan produk, termasuk disain, industri, pemasaran, pengecer dan konsumen.
• Memanfaatkan secara terpadu seluruh instrumen yang dapat dipakai untuk pengembangan IPP, termasuk instrumen ekonomi, pelarangan bahan, perjanjian sukarela, labelling dan manual disain produk.
Dalam melaksanakan IPP, strategi utama Komisi Eropa adalah untuk menyempurnakan keterpaduan seluruh instrumen yang ada (IPP Toolbox) agar lebih menitikberatkan perhatian pada produk, khususnya pada kinerja produk yang memiliki potensi paling besar dalam meningkatkan kondisi lingkungan. Komisi Eropa akan mengupayakan penciptaan kerangka hukum dan ekonomi yang kondusif melalui instrumen pajak lingkungan, perjanjian sukarela, dan standar "hijau"; life-cycle thinking akan dikampanyekan melalui sarana-sarana informasi yang dimiliki UE; masyarakat, perusahaan dan pemerintah akan didorong untuk pembelian yang lebih "hijau"; dan kampanye labelling UE (EU Eco-label) akan diperluas kegiatannya. Langkah konkrit Komisi Eropa dalam melaksanakan IPP termasuk:
• Meluncurkan proyek percontohan produk-produk pilihan usulan para pemangku kepentingan (2003)
• Menyusun Practical Handbook tentang Greener Public Procurement (2003)
• Meluncurkan Komunikasi tentang Standardisasi yang Memperhitungkan Lingkungan (2003)
• Membentuk situs Greener Public Procurement (2004)
• Membuat Practical Handbook mengenai best practice LCA/Life Cycle Assessment (2005)
• Membahas dokumen tentang membahas kewajiban-kewajiban produsen dalam mendisain produk (2005)
• Tahun 2006 merumuskan Program Aksi Komisi Eropa untuk "memperhijau" sistem pembeliannya (procurement)
• Tahun 2007 menyusun daftar produk yang paling berpotensi memperbaiki kinerja lingkungan, serta mengembangkan upaya mendorong produk-produk dimaksud.
IPP merupakan inisiatif Komisi Eropa yang sejalan dengan program umum UE di bidang lingkungan. Dalam jangka panjang, upaya peningkatan kinerja lingkungan UE dituangkan dalam Environment Action Programme yang saat ini memasuki tahap keenam. Konsep IPP bertujuan menyempurnakan fokus kebijakan lingkungan UE yang selama ini hanya tertuju pada tahap awal life-cycle (produksi/manufacturing) dan tahap akhir (waste management).
Nampaknya konsep IPP akan memperkuat beberapa inisiatif regulasi UE akhir-akhir ini, yang mulai memiliki perspektif life-cycle, termasuk Waste Electrical and Electronic Equipment Directive); Restrictions of the Use of Certain Hazardous Substances in Electrical and Electronic Equipment Directive; dan End of Life Vehicles Directive. Regulasi serupa yang akan segera diundangkan UE adalah Framework Directive on the Eco-design of Energy-Using Products yang dimaksudkan mendorong kesempurnaan disain dalam rangka keseluruhan life-cycle suatu produk. (dikutip dari www.indonesianmission-eu.org, diakses pada 28 Juni 2008)

4. Norwegia dan kebijakan Lingkungannya
Keberhasilan Norwegia meraih target lingkungan berskala nasional bergantung pada kerja sama internasional. Norwegia rentan terhadap polusi, karena polutan organik, radioaktivitas dan hujan asam yang terjadi di tempat lain secara mudah dipindahkan ke Norwegia melalui angin dan ombak laut. Lebih lanjut, Norwegia memiliki minat tinggi dalam membantu mengurangi masalah lingkungan beragam yang mempengaruhi area geografi yang bersebelahan dengan Barat Laut Rusia.
Kerja sama internasional di bidang lingkungan juga penting terhadap kemampuan merencanakan solusi yang baik bagi tantangan lingkungan global yang dihadapi negara dimanapun, dalam bentuk perubahan iklim, hilangnya keragaman biologi serta pembuangan limbah kimia berbahaya di lingkungan alam. Norwegia memainkan peran penting dalam membangun kerja sama internasional di bidang lingkungan hidup, yang mengikat secara hukum.
Kebijakan manajemen lingkungan dan sumber daya terdiri dari komponen utama kebijakan luar negeri dan keamanan Norwegia. Kondisi lingkungan yang baik membantu memajukan stabilitas dan keamanan. Lingkungan yang sehat serta beragam merupakan hal penting dalam memberantas kemiskinan serta mencapai pembangunan berkesinambungan yang akan menguntungkan masyarakat seluruh dunia.

Norwegia memberikan prioritas kerja sama internasional di bidang:
- perubahan iklim
- bahan kimia berbahaya
- keragaman biologi
Perubahan iklim anthropogenic merupakan salah satu tantangan lingkungan yang paling serius, yang dihadapi oleh dunia saat ini. Iklim global telah bergeser, dan menurut UN Intergovernmental Panel on Climate Change, tren global warming yang telah diamati dalam 50 tahun terakhir sebagian besar mungkin diakibatkan ulah manusia. Peningkatan temperatur global dapat mempengaruhi pola curah hujan dan sistem angin, menggeser zona iklim serta meningkatkan tinggi air laut. Perubahan skala ini dapat mengakibatkan akibat luar biasa terhadap ekosistem alam serta manusia. Saat ini kita telah mengetahui bahwa perubahan iklim adalah akibat ulah manusia, untuk kemudian segera bertindak; semakin lama menunggu, semakin besar beban dan biaya yang harus ditanggung generasi berikutnya.
Norwegia secara aktif bekerja untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di lapisan udara pada tingkat yang akan mencegah gangguan antropogenik yang berbahaya dengan system iklim.
Norwegia akan memenuhi komitmennya dibawah Kyoto Protocol untuk membatasi emisi gas rumah kaca pada periode tahun 2008-2012 hingga kurang dari 1 persen diatas persentase tahun 1990. Norwegia juga secara aktif mencari jalan untuk menerapkan peraturan yang lebih komprehensif dan ambisius untuk periode setelah tahun 2012.
Zat kimia berbahaya
Penggunaan zat kimia mengalami peningkatan pesat dalam 50 tahun terakhir, dan bahan kimia saat ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari berbagai jenis produk dan proses produksi. Bahan kimia telah digunakan secara luas, baik sebagai akibat dari perdagangan maupun gerakan angin dan arus laut. Norwegia secara khusus rentan terhadap hal ini karena angin dan arus laut membawa emisi ke Selatan, menjadikan area di sebelah Utara sebagai ‘lahan pembuangan’ bahan kimia berbahaya dari seluruh belahan bumi bagian Utara.
Dalam beberapa tahun terakhir, peraturan internasional tentang bahan kimia berbahaya semakin diperketat, karena pemberlakuan beberapa perjanjian. Norwegia berupaya aktif untuk meningkatkan berbagai upaya pada tingkat global. Dalam konteks ini, strategi global untuk menghadapi tantangan lingkungan hidup dalam skala besar, terutama yang berkaitan dengan zat kimia berbahaya sedang dikembangkan dibawah bimbingan United Nation’s Environmental Programme (UNEP).

Keragaman biologi
Menindaklanjuti Konferensi Dunia tentang Pembangunan Berkesinambungan yang diselenggarakan di Rio tahun 1992, Norwegia telah memprioritaskan promosi pengembangan UN Convention on Biological Diversity (CBD). Millennium Ecosystem Assessment, penilaian terbesar yang pernah dilakukan tentang ekosistem dunia, didanai oleh antara lain CBD. Norwegia memiliki tanggung jawab khusus di dalam Nordic Council of Ministers untuk menindaklanjuti penilaian ini dalam bentuk kerja sama internasional dan kebijakan kerja sama pembangunan. Terdapat kepentingan tinggi untuk menerapkan tujuan dan program kerja CBD, serta undang-undang Cartagena Protocol tentang Keselamatan Biologi dalam kegiatan nasional. Tujuan yang diteapkan oleh Pertemuan Tingkat Tinggi Dunia tahun 2002 tentang Pembangunan Berkesinambungan di Johannesburg untuk menurunkan angka kehilangan keragaman biologi secara signifikan pada tahun 2010 akan dicapai berdasarkan kerja sama antara semua sektor masyarakat yang terlibat.

Kerja sama Lingkungan dengan Uni Eropa
Dalam 30 tahun terakhir, EU telah menerapkan kebijakan lingkungan yang komprehensif. Kebijakan ini berdasarkan pada pandangan bahwa tingkat polusi sudah sangat tinggi sehingga dibutuhkan peraturan untuk menangani masalah lingkungan di berbagai wilayah.
Perjanjian EEA mencakup beragam kerja asma di sektor lingkungan hidup. Sejalan dengan penerapan perjanjian tersebut, Norwegia diharuskan mengikuti hukum lingkungan yang dikeluarkan Uni Eropa. Berbagai regulasi Eropa telah dikeluarkan yang mencakup beragam area termasuk kimia, udara, limbah pembuangan dan air. Perjanjian EEA tidak mencakup permasalahan yang berhubungan dengan manajemen sumber daya alam atau perlindungan peninggalan budaya.
Mekanisme keuangan EEA yang baru terdiri dari aspek penting kerja sama lingkungan Norwegia dengan Uni Eropa. Dalam lima tahun ke depan, Norwegia akan memberikan kontribusi sebesar 1,9 milyar NOK per tahun – terutama untuk 10 anggota Negara baru. Dana ini ditujukan untuk menekan perbedaan sosial dan ekonomi di EEA, dan masalah lingkungan merupakan fokus utama.

UNEP – United Nations Environmental Programme
Norwegia memainkan peran penting dalam kegiatan memperkuat upaya lingkungan global, salah satunya adalah memperkuat UNEP sebagai forum lingkungan global.

Norwegia berkonsenstrasi pada empat kegiatan penting:
• Meningkatkan kapasitas scientific UNEP untuk memungkinkan organisasi menilai dampak masalah lingkungan yang melibatkan beberapa area dengan lebih baik.
• Meningkatkan kegiatan pembangunan kapasitas UNEP dan transfer teknologi ke Negara berkembang.
• Meningkatkan tanggung jawab Negara anggota terhadap pelaksanaan keputusan yang diambil badan UNEP dengan memperkenalkan keanggotaan universal ke UNEP Committee of Permanent Representatives.
• Meningkatkan pendanaan untuk kegiatan UNEP.

Perdagangan dan lingkungan
Perjanjian internasional di luar sektor lingkungan memiliki tantangan dalam penerapannya dalam instrumen lingkungan nasional. Hal ini jelas nyata dalam konteks negosiasi perdagangan bebas di bawah World Trade Organization (WTO), negosiasi perjanjian perdagangan bebas antara EFTA dan negara pihak ketiga dan inisiatif yang berhubungan dengan Pasar Tunggal EU-EEA.
Penilaian akan lingkungan diperlukan dibawah semua area negosiasi yang relevan dalam diskusi tahap akhir dalam WTO. Pada saat yang bersamaan, hubungan antara perdagangan dan lingkungan adalah topik negosiasi yang terpisah. Dalam pandangan Pemerintah Norwegia, WTO dan perjanjian lingkungan multilateral harus dilihat sebagai instrumen internasional yang sejajar, yang dirancang untuk menjawab kebutuhan masyarakat internasional, dan seharusnya tidak ada hubungan hirarki antara perjanjian tersebut. Penting juga untuk diingat bahwa negosiasi seharusnya mengarah ke solusi yang dirancang untuk memberikan fleksibilitas yang dibutuhkan untuk memastikan penerapan instrumen kebijakan lingkungan yang efektif.

Kekhawatiran Lingkungan yang diintegrasikan ke dalam kerja sama pembangunan
Salah satu tujuan utama kebijakan kerja sama pembangunan Norwegia adalah memajukan manajemen lingkungan global dan keragaman biologi. Kerja sama pembangunan memberikan kontribusi dalam meningkatkan keadaan lingkungan di negara mitra dan mencegah penurunan kondisi lingkungan secara global. Negara mitra yang dipilih kebanyakan merupakan negara berkembang, yang tidak memiliki anggaran yang cukup dalam menjaga kelestarian lingkungannya.

Area prioritas bagi kerja sama pembangunan Norwegia dan kerja sama dengan negara berkembang termasuk:
• sistem produksi berkesinambungan;
• konservasi dan penggunaan keragaman biologi yang berkesinambungan;
• penurunan tingkat polusi;
• perlindungan warisan budaya;

Kesimpulan dan OPINI
Kemunculan isu lingkunagn ini memang menurut sejarahnya dari masyarakat Eropa, mereka yang sudah lebih dulu mapan serta memiliki pengetahuan yang lebih maju dibandingkan masyarakat di belahan bumi lain. Isu ini kemudian berkembang menjadi politik lingkungan, hal ini ditandai dengan munculnya Partai Hijau di Inggris, dan negara lainnya, mereka mengusung tema lingkungan dalam filosofi partainya, dan ingin membentuk pemerintahan yang ‘hijau’
Maka isu lingkungan ini pun meningkat menjadi masalah global ketika semakin banyak negara yang menyadari pentingnya menjaga lingkungan, untuk anak cucu mereka. Jika tidak dimulai dari sekarang maka keadaan lingkungan akan semakin parah, karena semakin banyak penduduk maka semakin besar pula kerusakan lingkungan yang akan dihasilkan. PBB sebagai Organisasi Internasional yang beranggotkan negara pun melakukan pertemuan tingkat tinggi yang khusus membahas masalah lingkungan, dimulai dari Stockholm, Swedia yang bertema UN Conference on Environment and Development pada 1972, diikuti dengan pertemuan di Rio pada 1992. Maka secara resmi isu lingkungan masuk sebagai agenda politik dunia.
Uni Eropa sebagai organisasi regional di Eropa pun turut memasukkan isu lingkungan dalam agendanya, melalui organisasi ini kebijakan mengenai lingkungan dirumuskan dan ditetapkan pada negara anggotanya, karena organisasi ini bersifat supranasional maka kebijakannya pun pasti akan berdampak luas di Eropa. UE pun telah merumuskan kebijakan yang sangat komprehensif dalam menghadapi masalah lingkungan ini. Kenyataan yang terjadi ternyata tidak semudah itu dalam melaksanakan perlindungan terhadap lingkungan ini, karena semua ini kembali pada negara anggotanya, ada yang sangat mendukung seperti Belanda, Jerman, Denmark dan Norwegia, namun ada juga yang sedikit menghambat seperti Inggris. Memang pada awalnya UE dibentuk atas dasar prinsip ekonomi, yakni untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara anggotanya, dan tentu saja seperti yang telah saya sebutkan, pasti akan berbenturan dengan kepentingan ekonomi.
Jadi inti dari semua ini adalah kebijakan lingkungan pasti akan selalu berbenturan dengan kepentingan ekonomi, baik dari level negara sampai level internasional. Bagi negara berkembang yang memiliki lingkungan relatif lebih ‘hijau’, pasti akan merasa keberatan ketika harus mematuhi kebijakan lingkungan global karena harus mengorbankan pertumbuhan ekonomi negaranya, negara maju pun dengan seenaknya dengan memberikan penawaran untuk ‘membeli’ karbon dari negara berkembang. Mereka dengan seenaknya membuat polusi dan negara berkembang dipaksa untuk menjaga lingkungannya, tentu saja ini tidak adil. Tapi inilah dunia, tidak ada yang adil memang.










Daftar Pustaka
Buku & Jurnal
Garner, Robert. 2000, Environmental Politics, Macmillan Press, London
The International politics of the environtment, 1992, ed: Andrew Hurrel and Benedict Kingsbury, Clarendon Press, Oxford
Isnaeni, Nurul & Wardoyo, Broto. 2007. ‘Isu Lingkungan Hidup Global: Tantangan Kebijakan Luar Negeri dan Negosiasi Multilateral’, Global, vol. 9 No. 2 Desember 2007 – Mei 2008.

Kutipan Internet
http://ec.europa.eu/environment/policy_en.htm diakses pada 25 Juni 2008
http://www.norwegia.or.id/policy/environment/cooperation/cooperation.htm diakses pada 25 Juni 2008
http://www.indonesianmission-eu.org/website/page994556338200509265383966.asp diakses pada 25 Juni 2008


link pdf
http://www.4shared.com/file/54255301/2ae2f884/Politik_Lingkungan_di_Eropa.html

06 April 2008

globalisasi

Perkembangan bisnis internasional dalam satu dasawarsa terakhir ini tidak lepas dari fenomena globalisasi. Secara umum globalisasi berasal dari kata global atau universal yang kemudian globalisasi adalah sebuah proses sosial yang berupa penghilangan batasan ruang dan waktu yang terjadi di segala sendi kehidupan (ekonomi, bisnis, politik, budaya, ideologi). Dan menurut Fasial Basri dalam kata pengantar buku ‘The World is Flat’ karya Thomas L. Friedman, globalisasi juga menyentuh tataran system, proses, actor dan events.
Globalisasi di bidang perekonomian adalah suatu proses ekonomi dan perdagangan, dimana negara negara di seluruh dunia terintegrasi menjadi satu kekuatan pasar tanpa rintangan batas territorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa. Ketika globalisasi perekonomian terjadi maka batas batas negara akan menjadi semakin kabur dan keterkaitan antara perekonomian nasional dan perekonomian internasional akan semakin erat, sebuah negara harus membuka pasar domestiknya untuk produk produk global, begitu pula negara tersebut harus membuat produk yang dapat bersaing di pasar global. Hal ini akan menimbulkan kecenderungan untuk terjadi ketergantungan ekonomi antar negara.

Menurut Tanri Abeng bentuk nyata dari globalisasi itu dapat berupa :
• Globalisasi produksi, dimana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menajdi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global.
• Globalisasi pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari manca negara
• Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.
• Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV, radio, media cetak dll. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh : KFC, celana jeans levi's, atau hamburger melanda pasar dimana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia -baik yang berdomisili di kota ataupun di desa- menuju pada selera global.
• Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair.
Sebagai contoh dalam buku The World is Flat karya Thomas l. Friedman disebutkan bahwa saat ini banyak perusahaan Amerika yang meng-outsourcing laporan pajaknya ke Bangalore India, hal ini dimaksudkan untuk mencari biaya buruh yang paling murah. Perbandingan upah seorang buruh di AS dengan di India sangat jauh berbeda. Selain itu juga terlihat kemajuan IPTEK juga mempengaruhi yakni digunakannya jaringan internet berkecepatan tinggi yang memudahkan segala proses ini. Tidak hanya laporan pajak tetapi juga CAT scan, dan bahkan jaringan berita Reuters meng-outsorcing-kan pelaporan beritanya di Bangalore, semua ini bertujuan untuk memperoleh efisiensi dan kecepatan yang menjadi hal yang sangat penting dalam persaingan global.

04 April 2008

Urusan privat, yang menjadi publik kemudian menjadi kebijakan publik

Dalam tulisan ini saya mengangkat masalah pornografi karena masalah ini cukup panas dibicarakan karena ada benturan antara agama serta paham kebebasan berekspresi. Dalam Agama Islam sendiri sebenarnya ada aturan yang jelas mengenai larangan mempertontonkan aurat maupun menonton sesuatu yang mengundang birahi yang bukan merupakan muhrimnya. Namun ketika DPR mengusulkan Rancangan Undang Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) maka timbul protes dari beberapa pihak, karena ketika hal tersebut diterapkan di negara demokrasi maka akan sangat membatasi kebebasan dalam berekspresi. Serta menyeragamkan akhlak atau perilaku manusia Indonesia secara merata, yang sebagian menganggap ini sebuah pelanggaran HAM.
Kontoversi ini berawal dari konflik yang terjadi antara Rhoma Irama dengan Inul Daratista. Roma yang menganggap ’goyangan’ Inul terlalu erotis dan membuat musik dangdut seperti musik ’comberan’ kemudian mencekal Inul, dan menjadi berita di semua media. Yang kemudian tiba-tiba DPR mengeluarkan RUU APP, yang kemudian direaksi oleh masyarakat.
Pornografi (dari bahasa Yunani πορνογραφία pornographia — secara harafiah tulisan tentang atau gambar tentang pelacur) (kadang kala juga disingkat menjadi "porn," "pr0n," atau "porno") adalah penggambaran tubuh manusia atau perilaku seksual manusia dengan tujuan membangkitkan rangsangan seksual, mirip, namun berbeda dengan erotika, meskipun kedua istilah ini sering digunakan secara bergantian.
Pornografi dapat menggunakan berbagai media — teks tertulis maupun lisan, foto-foto, ukiran, gambar, gambar bergerak (termasuk animasi), dan suara seperti misalnya suara orang yang bernapas tersengal-sengal. Film porno menggabungkan gambar yang bergerak, teks erotik yang diucapkan dan/atau suara-suara erotik lainnya, sementara majalah seringkali menggabungkan foto dan teks tertulis. Novel dan cerita pendek menyajikan teks tertulis, kadang-kadang dengan ilustrasi. Suatu pertunjukan hidup pun dapat disebut porno.
Rancangan Undang-Undang Antipornografi dan Pornoaksi, disingkat RUU APP adalah suatu rancangan produk hukum yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada 14 Februari 2006. RUU yang berisi 11 bab dan 93 pasal pada rancangan pertamanya ini mengatur masalah pornografi dan pornoaksi di Indonesia. RUU ini dimaksudkan sebagai upaya mencegah berbagai bentuk kejahatan itu dalam kerangka menciptakan kehidupan yang bermoral.
Pada rancangan kedua, beberapa pasal yang kontroversial dihapus sehingga tersisa 82 pasal dan 8 bab. Di antara pasal yang dihapus pada rancangan kedua adalah pasal mengenai sanksi pidana dan pembentukan badan antipornografi dan pornoaksi nasional. Selain itu, rancangan kedua juga mengubah definisi pornografi dan pornoaksi. Pornografi dalam rancangan pertama didefinisikan sebagai "substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika" sementara pornoaksi adalah "perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika di muka umum". Karena definisi ini dipermasalahkan, maka disetujui untuk menggunakan definisi pornografi yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu porne (pelacur) dan graphos (gambar atau tulisan) sehingga secara harafiah berarti "tulisan atau gambar tentang pelacur"[1]. Pornoaksi adalah "upaya mengambil keuntungan, baik dengan memperdagangkan atau mempertontonkan pornografi".
Isu yang diperdebatkan dalam RUU ini adalah karena RUU ini mencoba menghentikan pornografi dengan menyamaratakan akhlak atau moral seluruh rakyat Indonesia dengan salah satu kelompok agama. Padahal seperti yang kita tahu bahwa semboyan NKRI adalah Bhineka Tunggal Ika, yang berati masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan budaya yang tentunya memiliki standar moral serta akhlak yang berbeda. Sebagai contoh, masyarakat Papua tidak bisa lagi memakai pakai tradisionalnya lagi karena termasuk mengumbar aurat atau ketika seorang wanita sedang berlari pagi dengan menggunakan celana pendek, maka ia pun bisa terkena sanksi hukum karena telah mengumbar aurat di depan umum. Tetapi yang menolak RUU ini setuju bahwa perlunya pengaturan penyebaran barang-barang yang berbau pornografi, bukan mengatur akhlak atau moral bangsa. Mereka juga mengatakan bahwa RUU ini terlalu menyudutkan perempuan karena perempuan dianggap bersalah karena telah mengumbar auratnya sehingga telah merusak moral dan akhlak.
Tapi persepsi yang berbeda tampak pada pandangan penyusun dan pendukung RUU ini. Mereka berpendapat RUU APP sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengubah tatanan budaya Indonesia, tetapi untuk membentengi ekses negatif pergeseran norma yang efeknya semakin terlihat akhir-akhir ini. Karena itulah terdapat salah satu eksepsi pelaksanaannya yaitu yang menyatakan adat-istiadat ataupun kegiatan yang sesuai dengan pengamalan beragama tidak bisa dikenai sanksi, sementara untuk pertunjukan seni dan kegiatan olahraga harus dilakukan di tempat khusus pertunjukan seni atau gedung olahraga (Pasal 36), dan semuanya tetap harus mendapatkan ijin dari pemerintah dahulu (Pasal 37).
Dan sekarang pemerintah melalui Depkominfo siap untuk mensahkan UU Informasi dan Transaksi Elektronik, yang bertujuan untuk membatasi dan mengamankan informasi yang tersebar di Internet dengan payung hukum. Tetapi yang menjadi berita dan kontroversi adalah adanya larangan penyebaran hal hal yang berbau porno, pornoaksi maupun kekerasan lewat internet.
Sebagai kesimpulan, pornografi memiliki arti atau batasan yang berbeda bagi setiap orang yang dalam hal ini berarti urusan privat, kemudian menjadi urusan publik karena dinilai tidak pantas secara moral oleh sebagian kelompok masyarakat dan menjadi kebijakan publik ketika Undang undang yang mengaturnya telah disahkan.

investasi

25 Februari 2008, 14:29 WIB
Investasi Sepanjang Usia
Seringkali kita berpikir dan bertanya kapan saat yang tepat bagi kita untuk berinvestasi, apakah harus menunggu setelah memperoleh kenaikan gaji, apakah setelah memperoleh bonus di akhir tahun, apakah pada saat harga saham sedang rendah, dan berbagai macam apakah lainnya. Seseorang yang baru saja lulus kuliah dan memperoleh pekerjaan pertamanya akan berpendapat bahwa gaji yang diperolehnya masih sangat kecil dan akan habis untuk keperluan sehari-hari, perjalanan karirnya masih panjang sehingga tidak perlu menyisihkan sebagian uangnya untuk diinvestasikan. Menginjak usia tigapuluhan pola kehidupan mulai berubah karena keputusan menikah dan memiliki anak berdampak sangat besar pada pola belanja untuk jangka waktu yang panjang. Apabila di periode sebelumnya belum dilakukan perencanaan keuangan, maka di usia empatpuluhan akan sulit mengejar ketertinggalan.

Berinvestasi sedini mungkin adalah pemecahan yang paling bijak dalam perencanaan keuangan keluarga, tidak peduli berapa usia kita atau kita merasa bahwa uang yang kita miliki masih sedikit dan selama ini habis tidak tersisa karena digunakan untuk membiayai keperluan sehari-hari. Apabila kita sudah berusia empatpuluhan, masih ada waktu untuk mengejar ketinggalan selama dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan ekstra disiplin. Ingatkan diri kita bahwa berinvestasi adalah salah satu keputusan strategis yang harus dilakukan oleh setiap orang, karena di masa yang akan datang banyak kebutuhan-kebutuhan yang harus kita biayai, dan juga karena banyak hal-hal yang tidak pasti yang akan kita hadapi di perjalanan hidup kita.




Untuk memperoleh aktiva bersih sebesar Rp 1 milyar di usia 55 tahun, semakin muda usia awal berinvestasi semakin kecil nilai investasi rutin per bulannya, sebaliknya semakin tua usia awal berinvestasi akan semakin besar nilai investasi rutin setiap bulannya.

Catatan: investasi rutin setiap bulan dengan tingkat bunga bersih 10% per tahun.

USIA 25-35, KARIR PERTAMA SETELAH LULUS KULIAH

Anda baru saja memulai karir setelah lulus kuliah, dan mulai memperoleh uang hasil keringat sendiri. Yang menjadi prioritas utama anda dalam jangka pendek adalah melepaskan diri dari ketergantungan orang tua atau keluarga yang selama ini membiayai biaya kuliah dan uang saku. Tetapi di lain pihak anda akan menghadapi godaan dalam pola pengeluaran, tawaran pembukaan kartu kredit mulai berdatangan, ‘hang-out’ di coffee shop yang sudah mulai bertebaran di penjuru kota, bepergian di akhir minggu atau membeli pakaian, serta berbagai macam kegiatan konsumtif lainnya. Berhati-hatilah dengan gaya hidup anda, setiap Rp 100 ribu yang anda belanjakan sekarang untuk sesuatu yang tidak perlu telah membuat anda kehilangan kesempatan memperoleh pertumbuhan minimal 2,5 kali lipat dalam kurun waktu 10 tahun mendatang dan 6,7 kali lipat di 20 tahun mendatang. Coba teliti kembali pengeluaran anda selama 6 bulan terakhir, anda akan terkejut menemukan banyak sekali daftar pengeluaran yang tidak perlu dengan nilai yang relatif kecil untuk setiap pengeluarannya, namun jika digabungkan menjadi sangat besar nilainya.

Lima sampai dengan sepuluh tahun yang akan datang kemungkinan anda akan membeli kendaraan, menjalin hubungan yang serius dan melangkah ke jenjang perkawinan dengan pasangan anda, memiliki anak, dan berlibur secara rutin paling tidak sekali setiap tahunnya. Dengan membeli kendaraan artinya anda harus membayar pajak STNK setiap tahun, membeli bahan bakar secara rutin, dan melakukan servis kendaraan secara berkala. Jangan lupa nilai kendaraan tidak akan bertambah, bahkan menyusut dari waktu ke waktu… Menikah adalah akhir dari penjajagan untuk hidup bersama, tetapi baru saja menjadi awal dari mulainya hidup bersama, dan akan semakin mendorong anda untuk hidup mandiri dan segera pindah dari ‘perumahan mertua indah’ menuju ‘rumah kita sendiri’. Artinya, anda harus mengisi ruangan-ruangan di rumah anda dengan perabotan, peralatan dapur, televisi, membayar listrik, membayar telepon, dan mungkin membayar gaji pembantu.

Selanjutnya, memiliki anak. Pikirkan hal ini, biaya yang akan muncul sebelum memiliki anak; biaya rutin pengecekan oleh dokter kandungan dan biaya dokter dan rumah sakit pada saat melahirkan. Biaya yang muncul sampai dengan melahirkan rasionya sangat kecil jika dibandingkan dengan biaya-biaya yang akan muncul setelahnya sampai dengan sang anak besar dan mandiri nanti pada saat usianya menginjak 20 tahunan.

Susun Rencana Investasi Anda

Anda yang baru memulai karir dan memperoleh pekerjaan pertama sangat membutuhkan likuiditas untuk membiayai kehidupan rutin, besar kemungkinan kelebihan dana yang anda miliki sangat terbatas, sehingga belum memenuhi syarat minimum untuk berinvestasi di pasar modal, termasuk reksa dana. Anda tak perlu berkecil hati, buka rekening tabungan yang terpisah dari rekening keperluan rutin anda, kumpulkan sampai dengan jumlah minimal investasi awal di reksa dana pasar uang yang akan anda kembangkan sampai dengan jumlah minimal uang muka Kredit Pemilikan Mobil (KPM) atau Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Apabila kelebihan dana cukup memadai, mulailah berinvestasi untuk jangka panjang secara rutin untuk persiapan pembiayaan pendidikan anak-anak anda dan pensiun nanti. Instrumen investasi yang cocok adalah Reksa Dana Saham dan Reksa Dana Campuran, dapat juga berupa unit linked product yang merupakan campuran antara investasi dan asuransi.

Anda sangat disarankan untuk mendaftar menjadi anggota dana pensiun, apabila perusahaan anda tidak menyediakannya anda dapat mendaftarkan diri anda pada dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) yang sudah mulai marak kberadaannya.

USIA 35-45, USIA EMAS

Di kelompok usia ini pada umumnya karir seseorang berada pada posisi middle manager sampai dengan posisi yang senior. Perusahaan tempat anda bekerja mungkin sudah menyediakan fasilitas kesehatan dan anda sudah menerima 1 atau 2 jenis tunjangan sesuai dengan jabatan. Anda mungkin sudah memiliki kendaraan untuk menunjang mobilitas anda dan keluarga.

Anak-anak anda mungkin berada pada usia balita sampai dengan belasan tahun. Dalam beberapa tahun mendatang, mereka akan masuk ke sekolah dasar, menengah, dan juga universitas. Pengeluaran di kurun usia ini meningkat drastis dibandingkan dengan kurun usia sebelumnya, karena jumlah orang yang ditanggung bertambah dan jenis pengeluarannyapun bertambah pula.


Susun Rencana Investasi Anda

Untuk memenuhi pengeluaran tersebut yang mungkin akan terjadi 5-10 tahun mendatang, anda perlu menginvestasikan sebagian dana anda pada instrument pasar modal, misalnya reksa dana berbasis saham dan/atau obligasi.

Di kurun usia ini pula anda sebaiknya tidak lagi menunda-nunda alokasi investasi untuk persiapan pensiun anda. Semakin dini anda mempersiapkan dana untuk pensiun nanti, semakin besar kesempatan untuk memperoleh pertumbuhan yang maksimal. Instrumen pasar modal, khususnya reksa dana saham, adalah alternatif yang tepat bagi anda yang melakukan investasi secara rutin, misalnya setiap bulan, karena tidak memerlukan dana yang besar dan proses untuk melakukan investasi pun sangat mudah.





Statistik menunjukkan bahwa dalam jangka panjang berinvestasi di saham memberikan kinerja yang lebih baik dibadingkan di SBI atau deposito.
Grafik di atas menunjukkan kinerja saham secara gabungan di Bursa Efek Jakarta (yang dikenal dengan Indeks Harga Saham Gabungan) dibandingkan dengan kinerja SBI sejak Desember tahun 2000 yang lalu.


Selain berinvestasi di instrument pasar modal, di kurun usia ini anda sangat disarankan untuk memiliki asuransi pendidikan dan asuransi jiwa sebagai proteksi bagi keluarga yang anda cintai dan sayangi apabila terjadi sesuatu yang menyebabkan anda meninggal dunia. Anda juga butuh asuransi kesehatan dan ‘disability insurance’ untuk berjaga-jaga untuk membayar biaya medical (dokter, rumah sakit, obat-obatan), apabila kesehatan anda secara signifikan terganggu, dan membuat Anda tidak produktif lagi secara finansial.

Bagi anda yang memiliki kelebihan dana dan tidak memerlukannya dalam waktu beberapa tahun ke depan, anda dapat mempertimbangkan untuk berinvestasi di property, seperti apartemen, perumahan, ruko, atau rukan. Investasi di sektor property memerlukan kejelian dalam memilih lokasi dan harga. Perlu diingat, exit atau keluar dari investasi di sektor ini tidak semudah investasi di pasar modal.


USIA 45-55, USIA MATANG

Di kurun usia ini mungkin anda adalah salah satu dari relatif sedikit orang-orang yang menduduki puncak karir. Atau mungkin anda adalah salah satu dari sekian banyak orang yang menduduki posisi senior di tempat anda bekerja. Siapapun anda dan apapun posisi yang dipercayakan kepada anda, kurun waktu usia ini adalah saat-saat terakhir untuk mempersiapkan pensiun anda karena tidak lama lagi anda akan segera menghampiri dan sampai pada usia pensiun.


Susun Rencana Investasi Anda

Kini saatnya untuk mengalokasikan seoptimal mungkin penghasilan yang anda peroleh ke instrumen investasi pasar keuangan, antara lain obligasi, saham dan reksa dana saham. Apabila anda termasuk sebagai tipe risk taker, anda dapat melakukan investasi langsung di saham-saham pilihan anda dan memperdagangkannya secara aktif untuk mempercepat pertumbuhan investasi. Berhati-hatilah memilih broker saham atau obligasi, anda perlu melakukan kajian mengenai calon-calon broker yang akan anda gunakan. Apabila anda tipe investor yang konservatif-moderat, batasi investasi anda pada instrumen yang tidak terlalu volatile, sehingga anda dapat mencapai nilai target pensiun anda. Reksa dana saham dan reksa dana campuran adalah alternatif instrument investasi yang patut untuk anda pertimbangkan. Berhati-hatilah dalam memilih Manajer Investasi.


USIA 55 DAN SETERUSNYA, MENIKMATI MASA PENSIUN

Kini anda telah mulai secara resmi menjalani pensiun, tetapi pada dasarnya anda masih enerjik dan produktif. Namun, sebagai seorang pensiunan pengeluaran anda mungkin turun secara signifikan dibandingkan sebelum pensiun, tetapi di lain pihak pendapatan anda juga mengalami penurunan, karena anda sudah tidak lagi menerima kompensasi gaji dan tunjangan dari perusahaan. Anda kini mulai bergantung pada portofolio investasi anda untuk membiayai keuangan rutin anda. Hal yang menggembirakan adalah anda sudah tidak lagi membayar cicilan KPR, anak-anak anda saat ini mungkin sudah duduk di perguruan tinggi dan secara umum biayanya tertutupi oleh asuransi pendidikan yang telah anda lakukan secara rutin pada saat anda berusia 35-45 tahun.

Susun Rencana Investasi Anda

Apabila anda masih bekerja, maka biaya hidup anda dapat ditutupi oleh penghasilan yang anda peroleh, sementara portofolio investasi anda masih terus bertumbuh. Saatnya anda melakukan switching dari portofolio yang volatile ke portofolio yang konservatif-moderat dan memberikan penghasilan secara rutin. Reksa dana pendapatan tetap, khususnya yang berbasis Surat Utang Negara dan obligasi korporasi dengan peringkat tinggi, dan reksa dana pasar uang adalah alternatif investasi yang dapat anda pertimbangkan untuk dilakukan, karena menghasilkan bunga secara berkala dan volatilitasnyapun relatif rendah.


KESIMPULAN

Investasi adalah kegiatan yang tidak terpisahkan dari perjalanan hidup setiap orang, mulai dari usia muda sampai dengan lanjut usia nanti.

Pengeluaran di usia muda umumnya tinggi dan sulit untuk menyisihkan sebagian dana untuk ditabung atau diinvestasikan. Tetapi jika anda dapat memulai investasi di usia muda, maka anda akan memperoleh hasil investasi yang sangat tinggi di dalam jangka panjang.

Dengan mempelajari pendekatan tahap-tahap kehidupan, anda akan dapat melakukan penilaian (assessment) terhadap kondisi keuangan anda saat ini dan merencanakan keuangan anda untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran di masa yang akan datang.

Agar anda selalu ‘on-track’ di dalam perencanaan keuangan dan implementasinya, anda sangat disarankan untuk selalu memperoleh informasi dari media-media yang ada serta Manajer Investasi dan/atau Perencana Keuangan untuk membantu mengelola keuangan anda.


Muhammad Hanif.
April 2006

development of north and south

The two faces of development
By professor Sunil Kukreja

Tulisan ini membahas mengenai tori yang menyebabken ‘underdevelopment’ dan apa yang harus dilakukan serta sedikit penjelasan mengenai ekonomi, politik,dan kesenjangan sosial yang membedakan dari negara berkembang dengan negara sedang berkembang. Diskusi berawal dari akar permasalahan adanya perbedaan ini, yakni dari sejarah serta keadaan yang membuat ini terjadi di banyak ’less developed countries’. Serta apakah LDC digunakan oleh organisasi internasional untuk mengubah institusi dan proses dari ekonomi politik internasional.
Negara industri memiliki beberapa tingkatan perkembangan untuk menuju apa yang disebut sebagai negara maju, indikatornya berupa kemajuan ekonomi. Kemajuan ekonomi didefinisikan sebagai kemampuan sebuah negara untuk menghasilkan kekayaan ekonomi yang dihasilkan oleh masyarakat dari ekonomi yang berbasiskan pertanian atau perindustrian, dimana kekayaan yang paling banyak berasal dari produksi barang dan jasa.
Seiring dengan perkembangan region di dunia maka setidaknya ada 4 kategori negara. Pertama, negara kaya pengekspor minyak negara industri baru, negara miskin dan negara yang tergolong negara dunia ketiga. Yang kemudian dibedakan menjadi negara utara dan selatan. Negara negara utara merupakan ngara majua dan industri yang berada di daerah Eropa dan Amerika Utara yang secara geografi terletak di bumi bagian utara. Kebanyakan negara selatan tidak memiliki kestabilan ekonomi serta politik yang menyebabkan kurang berkembangnya negara tersebut.
Kesuksesan negara maju memberikan alasan rasional bagi LDC untuk mengikuti jejak mereka atau setidaknya menerapakan ekonomi berbasiskan pasar untuk kemajuan ekonomi. Maka muncullah IMF, World Bank dan GATT yang secara legal memiliki peran dalam mengkoordinasikan perdagangan internasional serta mengembangkan pasar dalam ekonomi dunia. Bagi sebagian pengamat (yang berada di LDC) organisasi organisasi tersebut (yang dikontrol oleh negara maju) hanya bertujuan untuk mengambil keuntungan dari LDC.
Salah satu yang menjadi perhatian dari negara negara Selatan adalah isu neokolonialisme, atau tetap berlangsungnya dominasi ekonomi oleh negara maju pada LDC. Beberapa pemimpin politik dan intelektual mengatakan bahwa sejak berakhirnya kolonialisme, negara bekas kolini ini terjebak pada sistem ekonomi internasional yang kapitalis yang didominasi oleh institusi dan mekanisme yang diatasnamakan sebagai bantuan dari negara maju. Didalam lingkungan neokolonial, MNC memiliki dan mengontrol sebagian dari sumber ekonomi LDC. Kekayaan dan pengaruh politik dari MNC yang sering dibantu oleh negara asalnya, memberikan mereka kekuasaan untuk mengontrol komoditi pasar internasional dari LDC.
Negara negara maju melalui IMF, World Bank, dan GATT, memberikan saran atau secara tidak langsung memaksa LDC untuk membuka pasarnya, karena mereka mengatakan bahwa pasar merupakan ‘mesin pertumbuhan’ sedangkan LDC rata rata belum sipa dengan pasar terbuka karena masih memiliki masalah internal negara dan belum memiliki industri dalam negeri yang kuat. Kemudian datanglah MNC yang mengelola komoditi ekonomi di LDC tersebut serta bantuan finansial (pinjaman) yang dengan alasan untuk mengembangkan perekonomian dalam negeri LDC. Hal ini yang kemudian memicu ketergantungan ekonomi antar negara maju dengan LDC. Jadi sebagian kalangan mengtakan bahwa sebenarnya ‘underdevelopment’ atau ‘undevelopment’ countries merupakan skenario yang dibuat oleh negara maju untuk mengeksploitasi negara negara tersebut.

OPINI dan Kesimpulan
LDC sampai saat ini masih mengalami banyak hambatan dan apabila mereka tidak segera memperbaiki keadaan ini mereka bisa semakin ketinggalan. Masalah itu mulai masalah ketidakstabilan politik, rendahnya pendidikan, kurang kuatnya industri dalam negeri, serta tingginya tingkat korupsi. Selain itu perlu dipertanyakan pula peranan organisasi internasional seperti IMF, WB dan GATT, apakah mereka benar-benar ingin membantu LDC atau cuma mengeksplotasi saja. Yang penting dalam melihat perkembangan negara adalah keadaan sosiohistorisnya yang akan mempengaruhi karakter nasional negara tersebut dan hubungannya dengan dunia internasional.

european union

The European Union in the 1990s:
Reassesing the bases of integration

Ketika mencoba membuat teori mengenai sebuah masyarakat maka kita harus mencoba mengerti apa yang akan terjadi di masa depan, yakni dengan melihat pola hubungan manusia di saat ini, dengan begitu maka kita dapat membuat teori baru.
Jika melihat kembali ke masa lalu mengenai European Community, maka kita perlu memahami 3 hal. Pertama, pemahaman terhadap perkembangan komunitas ini secara empiris, berdasarkan sejarahnya. Kedua, beberapa teori yang mencoba menjelaskan komunitas tersebut, dari beberapa tingkatan perkembangannya. Ketiga, evaluasi terbaru dengan berbagai cara yang didasarkan oleh sejarah. Yang akhirnya terbentuknya teori baru. Adanya proses integrasi Eropa pada pertengahan 1990an tidak lepas dari faktor-faktornya. Pertama, persamaan sikap antar negara di Eropa; kedua, fasilitas yang ada dalam institusi; ketiga, penyesuaian pada kepentingan pemerintah dan partai; empat, pengembangan pada cara pelayanan publik di negara anggota, bekerjasama satu dengan yang lain dan dengan pejabat di institusi Brussel; lima, munculnya peningkatan prinsip, norma dan aturan bersama dalam ekonomi dan susunan sosial dari negara anggota yaitu munculnya rezim masyarakat; enam, peningkatan interkoneksi dan interdependensi ekonomi, dan juga pada perdagangan. Banyak dari perkembangan ini sekarang akan menjadi lebih dipertimbangkan.
The Theoretical Setting
Proses pembuatan teori yang relevan terhadap Uni Eropa secara gradual kembali muncul sejak 1990an: neofungsionalime menarik perhatian para pemikir di Amerika Utara dan Eropa karena idenya pada integrasi lebih besar dari usaha untuk melengkapi pasar tunggal setelah 1985. Tetapi neofungsionalisme relatif tidak spesifik dalam menjelaskan akhir dari proses tersebut, intinya ia menekankan pada proses integrasi dari pada outcome-nya. Berlawanan dengan neofungsionalisme, federalisme dan consociationalisme, lebih fokus pada akhir dari situasi, meskipun mereka memiliki implikasi terhadap proses itu sendiri. Federalism dalam theories about the end-situation, menekankan pada pemerintah federal agar diberi kedaulatan agar dapat melakukan hubungan eksternal, melakukan pembuatan kebijakan dengan sistem voting; terdapat sistem check and balance antara part dan union; proporsi perwakilan parts dalam pemerintah federal dibatasi; terdapat pengaturan yang ekstensif bersama untuk menentukan keuntungan.
Consociationalism telah digambarkan oleh Lijphart yang mana telah direfleksikan dalam Uni Eropa pada pertengahan 1990an. Pertama, ada sejumlah kelompok yang terisolasi dari kelompok lainnya, maksudnya adalah kepentingan dan bentuk asosiasi mereka ditujukan secara langsung hanya pada anggota kelompok yang sama yang berada dalam negara yang sama pula. Dengan kata lain, ada sedikit relativitas perpecahan dan otoritas dalam negara terutama hubungan kelompok2 kepentingan. Kedua, negara didominasi oleh apa yang Dahrendorf sebut sebagai “cartel of élites”: elit politik di berbagai bagian telah dilibatkan dalam beberapa proses dasar seperti pembuatan keputusan, dan keputusannya merupakan hasil dari persetujuan dan koalisi dari anggota2 kartel. Bentuk ketiga dari consociationalism adalah perluasan logis dari prinsip kartel. Dimana yang memegang keputusan adalah para elit politis yang memiliki hak veto. Maksudnya, untuk memutuskan sesuatu perlu diadakan konsensus dulu antara anggota kartel, karena itu, harus ada hukum atau aturan legal yang mengaturnya.
Consociationalism sangat berguna sebagai kemungkinan outcome dari proses integrasi saat ini. Poinnya adalah bahwa integrasi dalam rangka memperkuat system fungsional regional mungkin sesuai dengan perpecahan berkelanjutan yang sedang terjadi saat ini. Namun, para anggota elit kartel menghadapi dilemma: mereka ingin memperbesar keuntungan mereka dan mendapat bagian mereka sendiri, di saat yang sama mereka berharap dapat melindungi kekhususan bagian mereka dibandingkan dengan bagian milik pihak lain. Status/kedudukan dan otoritas anggota kartel tergantung pada kapasitas mereka untuk mengidentifikasikan kepentingan bagian mereka dan menyajikan/menampilkan diri mereka sebagai leader dan agen yang jelas mendefinisikan komunitas mereka.
Consociationalism merupakan kilasan politik dari hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin. Kepentingan pemimpin mungkin dapat menyimpang dari kepentingan yang dipimpin selama proses berlangsung. Teori ini mengusulkan dua jalan yang mungkin dipakai untuk para elit untuk mencapai interest tertentu dalam proses integrasi. Pertama, anggota dari kumpulan elite-elite membuat persetujuan bersama untuk tujuan mereka, sekalipun ini akan bertentangan dengan segmen yang secara nominal mereka layani. Ini akan menjadi bahaya: bahwa integrasi Eropa secara esensial merupakan konspirasi masyarakat borjuis baik elite-elite atau perusahaan besar yang beraliansi dengan pemerintah untuk melawan kepentingan rakyat. Kedua, elite tertentu mencoba untuk menggunakan konteks dari susunan umum untuk mendorong perubahan atas kepentingan yang sesuai dengan supporter kunci dari segmen atau bagian tertentu, maka power-power dalam segmen ini merupakan gabungan.
Teori hubungan internasional tradisional menganjurkan satu cara untuk melihat Eropa yaitu melihat secara sederhana, Eropa sebagai bagian dari masyarakat internasional, Eropa dipandang sebagai sebuah kelompok negara-negara regional, setiap anggota mengawasi anggota lain melalui suatu balance of power, dan dikemudikan oleh keseimbangan yang lebih besar dalam masyarakat internasional, terutama yang ada di antara superpower. Teori consociationalism memiliki implikasi penting atas perkembangan organisasi internasional di level regional karena penekanannya pada cara-cara sistem regional berkembang sebagai suatu kerangka kerja kooperatif tanpa memunculkan implikasi seperti pemerintah lebih concern melindungi kedaulatannya, otonomi segmental yang equivalent diantara negara, haruslah dikurangi. Inilah yang menjadi tema dari simbiosis yakni partisipasi segments dan kolektivitas, sebagaimana secara implicit disebut consociationalism.

OPINI dan Kesimpulan
Pengaruh consocitionalism terhadap proses integrasi Eropa sangat besar karena paham ini mempersatukan negara negara di Eropa secara institusional, tetapi ini juga berbahaya karena ada sekelompok negara yang diuntungkan atau yang disebut sebagai elit politik

Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template